PAPER
MENGENAI
5 SUKU YANG MENGANUT SISTEM PELAPISAN SOSIAL
Disusun
oleh :
Nama : MUH ERVAN
N.P.M : 1A113021
Kelas : 4KA38
UNIVERSITAS
GUNADARMA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam suatu kajian dalam sosiologi
ada beberapa yang harus disoroti sebagai ilmu, guna menegetahui bagaimana
tingkat perkembangan manusia, mulai dari kelahiran samapai dia bersosialisasi
dalam masyarakat. Manusia, masyarakat dan lingkungan merupakan fokus kajian sosiologi
yang dituangkan dalam kepingan tema utama sosiologi dari masa kemasa.
Mengungkap hubungan luar biasa antara keseharian yang dijalani oleh seseorang
dan perubahan serta pengaruh yang ditimbulkannya pada masyarakat tempat dia
hidup, dan bahkan kepada dunia secara global. Banyak sekali sub kajian dan
istilah dalam sosiologi yang membahas perihal tentang, manusia, masyarakat dan
lingkungan, salah satunya adalah stratifikasi sosial.
Stratifikasi merupakan karakteristik
universal masyarakat manusia. Dalam kehidupan sosial masyarakat terdapat
diferensiasi sosial dalam arti, bahwa dalam masyarakat terdapat pembagian dan
pembedaan atas berbagai peranan-peranan dan fungsi-fungsi berdasarkan pembedaan
perorangan karena dasar biologis ataupun adat. Untuk lebih detailnya, pemakalah
akan memaparkan beberapa definisi maupun system, dampak dan lain sebagainya
yang menguak apa yang ada dalam stratifikasi sosial.
B. Daftar Isi
BAB
I PENDAHULUAN………………………………………………………….
A.
Kata
Pengantar………………………………………………………………
B.
Daftar
Isi…………………………………………………………………….
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………..
A. Pengertan pelapisan
sosial………………………………………………….
B. Sistem pelapisan sosial……………………………………………………..
C. Beberapa suku di indonesia yang menganut
pelapisan sosial…………….
BAB III
PENUTUP………………………………………………………………..
A. Kesimpulan…………………………………………………………………
B. Daftar pustaka………………………………………………………………
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pelapisan atau
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial (Social
Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau
“strata” (jamak) yang berarti lapisan. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial
dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat. Beberapa defenisi Stratifikasi Sosial menurut para ahli:
a) Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial
sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun
secara bertingkat (hierarki)
b) Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi
sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial
tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan,
previllege dan prestise.
c) Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial
sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari
hak-hak yang berbeda
d) Drs. Robert. M.Z. Lawang
Sosial Stratification adalah
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu system social tertentu ke
dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan
prestise.
Pemahaman antara stratifikasi sosial
dan kelas sosial sering kali di samakan, padahal di sisi lain pengertian antara
stratifikasi sosial dan kelas sosial terdapat perbedaan. Penyamaan dua konsep
pengertian stratifikasi sosial dan kelas sosial akan melahirkan pemahaman yang
rancu. Stratifikasi sosial lebih merujuk pada pengelompokan orang kedalam
tingkatan atau strata dalam heirarki secara vertical. Membicarakan stratifikasi
sosial berarti mengkaji posisi atau kedudukan antar orang/sekelompok orang
dalam keadaan yang tidak sederajat. Adapun pengertian kelas sosial sebenarnya
berada dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit, artinya kelas sosial lebih
merujuk pada satu lapisan atau strata tertentu dalam sebuah stratifikasi
sosial. Kelas sosial cenderung diartikan sebagai kelompok yang anggota-anggota
memiliki orientasi polititik, nilai budaya, sikap dan prilaku sosial yang
secara umum sama.
Dengan demikian, dapat saya
simpulkan bahwa stratifikasi sosial merupakan pembedaan masyarakat atau
penduduk berdasarkan kelas-kelas yang telah ditentukan secara bertingkat
berdasarkan dimensi kekuasaan, previllege (hak istimewa atau kehormatan) dan
prestise (wibawa).
B. Sistem Pelapisan sosial
Sistem
pelapisan sosial dalam masyrakat ada yang bersifat terbuka dan ada yang
bersifat tertutup. Stratifikasi sosial yang terbuka ada kemungkinan anggota
masyarakat dapat berpindah dari status satu ke status yang lainnya
berdasarkan usaha-usaha tertentu. Misalnya seorang yang berkerja sebagai petani
mempunyai kemungkinan dapat menjadi tokoh agama jika ia mampu meningkatkan
kesalehannya dalam menjalankan agamanya. Seorang anak buruh tani dapat mengubah
statusnya menjadi seorang dokter atau menjadi presiden sekalipun, apabila ia
rajin belajar, berpolitik dan bercita-cita untuk itu. Sebaliknya seorang anak
presiden belum tentu dapat mencapai status presiden. Dengan demikian
berarti dalam sistem Sistem stratifikasi terbuka, setiap anggota masyarakat
berhak dan mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kemampuan sendiri untuk
naik status, atau mungkin juga justru stabil atau turun status sesuai dengan
kualitas dan kuantitas usahanya sendiri. Dalam Sistem stratifikasi ini biasanya
terdapat motivasi yang kuat pada setiap anggota masyarakat untuk berusaha
memperbaiki status dan kesejahteraan hidupnya. Sistem stratifikasi terbuka
lebih dinamis dan anggota-anggotanya cenderung mempunyai cita-cita yang
tinggi. Pada Sistem stratifikasi sosial tertutup terdapat pembatasan
kemungkinan untuk pindah ke status satu ke status lainnya dalam
masyarakat. Dalam sistem ini satu-satunya kemungkinan untuk dapat masuk ada
status tinggi dan terhormat dalam masyarakat adalah karena kelahiran atau
keturunan. Hal ini jelas dapat diketahui dari kehidupan masyarakat yang
mengabungkan kasta seperti di india misalnya:
1) Keanggotaan
pada kasta diperoleh karena
warisan/kelahiran. Anak yang lahir memperolah kedudukan orang tuanya
2) Keangotaan yang
diwariskan tadi berlaku seumur hidup, oleh karena seseorang takmungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia
dikeluarkan dari kastanya.
3) Perkawinan
bersifat endogam, artinya harus dipilih dari orang yang kekasta.
4) Hubungan dengan
kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas.
5) Kesadaran pada
keanggotaan suatu kasta yang tertentu, terutama nyata dari nama kasta,
identifikasi anggota pada kastanya, penyesuaian diri yang ketat terhadap norma-norma
kasta dan lain sebagainya.
6) Kasta diikat
oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan.
7) Prestise suatu
kasta benar-benar diperhatikan.
Ada juga yang namanya Stratifikasi
campuran. Stratifikasi campuran, diartikan sebagai sistem stratifikasi yang
membatasi kemungkinan berpindah strata pada bidang tertentu, tetapi membiarkan
untuk melakukan perpindahan lapisan pada bidang lain. Contoh: seorang raden
yang mempunyai kedudukan terhormat di tanah Jawa, namun karena sesuatu hal ia
pindah ke Jakarta dan menjadi buruh. Keadaan itu menjadikannya memiliki
kedudukan rendah maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok
masyarakat di Jakarta.
Dengan demikian, stratifikasi
terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu stratifikasi tertutup, terbuka maupun
campuran. Stratifikasi tertutup yaitu seseorang ketika sudah tergolong menjadi
kelas tinggi, dia tidak akan menjadi kelas bawah dan sebaliknya. Stratifikasi
terbuka yaitu seseorang yang berada dikelas bawah bisa naik ke kelas atas
dengan usahanya yang bersungguh-sungguh. Sedangkan stratifikasi campuran yaitu
seseorang awalnya dihormati karena terdapat didalam kelas atas, namun tiba-tiba
berbalik arah karena harus menyesuaikan tempat ia tinggal.
C. Lima suku di Indonesia yang menganut pelapisan
sosial
1. Suku
jawa
Masyarakat Jawa juga terkenal akan
pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakarantropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga
kelompok: kaum santri, abangan, dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah
penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi
adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang
karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi
sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan
orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa, dan India
2. Toraja
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan
bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa,
dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten
Tana Toraja, Kabupaten
Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Mayoritas
suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaananimisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah
Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama
Hindu Dharma. Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang
berarti "orang yang berdiam di negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Torajapada tahun 1909. Suku Toraja terkenal akan ritual
pemakaman, rumah adattongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman
Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan
orang dan berlangsung selama beberapa hari.Sebelum abad ke-20, suku Toraja
tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh
oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen.
Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana
Toraja menjadi lambang pariwisata
Indonesia. Tana Toraja
dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an
mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan
agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan
sektor pariwisata yang terus meningkat.
3.
Batak
Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk
mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak
adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan
tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini
jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang
Orang Batak adalah penutur bahasa
Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang
Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan
bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dariTaiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman
batu muda (Neolitikum).
Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di
wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke
Sumatera Utara di zaman logam. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka
berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur
Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas
ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya
pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa berikutnya,
perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang
Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur
Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal
Batak merupakan salah satu suku
bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk
mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari
Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan
sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun,
Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang
Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang
menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (Sipelebegu atau
Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin
berkurang.
4.
Suku Osing Banyuwangi
Suku
Osing atau disebut juga sebagai “wong
Blambangan” ini berawal
sejak berakhirnya masa kekuasaan Majapahit sekitar tahun 1478 M. Jatuhnya
kekuasaan Majapahit ini membuat beberapa warganya berlari ke beberapa tempat,
diantaranya menuju Gunung Bromo, Bali, dan Blambangan (tempat suku Osing) salah
satunya. Hingga lahirlah kerajaan Hindu-Budha terakhir di sana. Jika diperhatikan dari sejarahnya,
suku Osing awalnya memeluk ajaran Hindu-Budha yang diyakini sebagai agama
mereka seperti halnya kerajaan Majapahit. Sampai pada berkembangnya agama Islam
di sekitaran Pantura, suku Osing perlahan jadi memeluk Islam. Bahkan Kiyai
memiliki otritas utama dalam hal iman. Namun tidak hanya itu, pada suku Osing
sebagian maysarakatnya juga masih memegang kepercayaan lain seperti
Saptadharma, yaitu kepercayaan yang kiblat sembahyangnya berada di Timur
seperti orang Cina dan Pamu. Sistem kepercayaan di suku Osing pun masih
mengandung unsur Animisme, Dinamisme, dan Monotheisme.
5.
Bali
Sistim Kasta di Bali, Sampai saat ini
umat Hindu di Indonesia khususnya di Bali masih mengalami polemik. Hal ini
menyebabkan ketidaksetaraan status sosial diantara masyarakat Hindu. Masalah
ini muncul karena pengetahuan dan pemahaman yang dangkal tentang ajaran Agama
Hindu dan Kitab Suci Weda yang merupakan pedoman yang paling ampuh bagi
umat Hindu agar menjadi manusia yang beradab yaitu memiliki kemampuan
bergerak (bayu), bersuara (sabda) dan berpikir (idep) dan berbudaya yaitu
menghormati sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa tanpa membedakan asal usul
keturunan, status sosial, dan ekonomi. Kasta sebenarnya ada di mana-mana ketika
peradaban belum begitu maju. Atau kelas-kelas sosial di masyarakat ini berusaha
dilestarikan oleh golongan tertentu yang kebetulan “berkasta tinggi”. Dari sini muncul istilah-istilah yang
sesungguhnya adalah versi lain dari kasta, seperti “berdarah biru”, “kaum
bangsawan” dan sebagainya yang menandakan mereka tidak bisa dan tak mau
disamakan dengan masyarakat biasa. Bagi mereka yang berada “di atas” entah dengan sebutan “darah biru” atau “bangsawan” umumnya mempunyai komplek
pemukiman yang disebut keraton atau puri.
Kasta dibali dimulai
ketika Bali dipenuhi dengan kerajaan-kerajaan kecil dan Belanda datang
mempraktekkan politik pemecah belah, kasta dibuat dengan nama yang diambilkan
dari ajaran Hindu, Catur Warna. Lama-lama orang Bali pun bingung, yang mana
kasta dan yang mana ajaran Catur Warna. Kesalah-pahaman itu terus berkembang
karena memang sengaja dibuat rancu oleh mereka yang terlanjur “berkasta
tinggi”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
uraian-uraian yang telah saya paparkan diatas, maka dapat saya simpulkan bahwa
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan masyarakat atau penduduk berdasarkan
kelas-kelas yang telah ditentukan secara bertingkat berdasarkan dimensi
kekuasaan, previllege dan prestise. Stratifikasi sosial terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu stratifikasi tertutup, terbuka maupun campuran. Stratifikasi
tertutup yaitu seseorang ketika sudah tergolong menjadi kelas tinggi, dia tidak
akan menjadi kelas bawah dan sebaliknya. Stratifikasi terbuka yaitu seseorang
yang berada dikelas bawah bisa naik ke kelas atas dengan usahanya yang
bersungguh-sungguh. Sedangkan stratifikasi campuran yaitu seseorang awalnya
dihormati karena terdapat didalam kelas atas, namun tiba-tiba berbalik arah
karena harus menyesuaikan tempat ia tinggal.
Dalam
dimansi stratifikasi sosial ada 4 yang dapat tergolongkan, yaitu kekayaan,
kekuasaan, ehormatan, ilmu pengetahuan. Semuanya akan berdampak terwujudnya
hukum rimba, dimana yang tergolong menjadi kelas atas sepenuhnya akan memegang
peranan kelas bawah. Didalam stratifikasi sosial ada tiga pendekatan yang
digunakan, yaitu: metode obyektif yang mengarah kepada secara fisiknya, metode
subyektif yang mengarah pada kedudukan dalam masyarakat sedangkan metode
reputasi mengarah kepada penyesuaian seseorang dalam bermasyarakat.
B. Daftar pustaka
http://cakepane.blogspot.com/2012/07/sistim-kasta-di-bali.htm